Harga Barang Barang Mahal Akibat Inflasi Dan Adanya Blokade Ekonomi Oleh
Jenis Inflasi Berdasarkan Penyebabnya
Oke, sekarang gue harap elo udah paham tentang 2 komponen dasar yang mempengaruhi inflasi.
Sekarang, yuk telusuri lebih detail lagi tentang fenomena inflasi: Seorang ekonom bernama John M. Keynes punya pandangan bahwa penyebab dari fenomena inflasi bisa dibagi menjadi 2 jenis, yaitu Cost-push Inflation dan Demand-pull Inflation.
Elo tau nggak kalo bulan Februari 2022 harga BBM pertalite di Kepulauan Riau, harganya Rp8.000/liter! Loh kok mahal amat?
Di kawasan Indonesia Barat terutama di Pulau Jawa, harganya dipukul rata yaitu Rp7.650/liter.
Kenapa bisa beda begitu? Karena sebelum tahun 2016, pemerintah memang masih sangat kesulitan melakukan proses distribusi BBM ke daerah Indonesia timur karena keterbatasan infrastruktur dan transportasi.
Akibatnya, pasokan BBM di sana jumlahnya jauh lebih sedikit daripada kebutuhan masyarakatnya. Orang yang butuh banyak, tapi jumlah pasokan barang sedikit. Ujung-ujungnya apa?
Ya supaya terseleksi siapa yang layak kebagian barang, harganya meningkat setinggi langit! Secara teori di pelajaran ekonomi seringkali dijelaskan dengan D>S, kelebihan permintaan (excess demand), maka P akan naik.
Nah, situasi yang seperti inilah yang dikenal dengan Cost-push Inflation atau Inflasi Desakan Harga.
Inflasi jenis ini terjadi karena kelangkaan barang akibat dari proses distribusi yang ngga lancar, atau terjadi bencana alam, panen gagal, atau kesulitan mendapatkan bahan baku sehingga proses produksi jadi terganggu.
Jenis Inflasi Berdasarkan Asal Penyebabnya
Oke, secara garis besar elo pasti makin paham penyebab dari fenomena inflasi. Tapi yuk coba gali lagi lebih mendalam tentang penyebab inflasi.
Dalam melihat fenomena ekonomi secara nyata, gak bisa lupa bahwa dunia udah semakin terintegrasi, terutama dari sisi ekonominya.
Gampang banget ngeliatnya di kehidupan sehari-hari. Coba deh cek, seluruh gadget elo buatan mana? peralatan elektronik rumah tangga seperti AC, kulkas, TV, rice-cooker, dll buatan mana? Nah, ada banyak banget produk yang digunakan itu tidak hanya melibatkan industri dalam negeri lho.
Hubungan industri ini gak hanya dalam level barang konsumsi saja, tapi juga pada level bahan baku, seperti biji besi, timah, kapas, gula, pasir, kayu, semen, dll.
Dari situ dapat dilihat bahwa iklim industri di luar akan berdampak juga pada kondisi ekonomi di Indonesia, dan juga sebaliknya.
Hubungan ekonomi antar negara inilah yang juga memungkinkan terjadinya inflasi. Inflasi yang terjadi di negara lain bisa ikutan “kebawa-bawa” sampai ke Indonesia juga lho ketika belanja dari negara lain.
Makanya inflasi juga bisa dikelompokkan berdasarkan sumbernya, yaitu Imported Inflation dan Domestic Inflation.
Inflasi jenis ini bisa terjadi ketika negara melakukan pembelian dari negara yang sedang mengalami inflasi yang tinggi, sehingga barang-barang di negara tersebut kan tinggi tuh.
Jadi kebawa deh harga tingginya itu ke pasar domestik. Misalnya pemilik toko alat elektronik seperti handphone atau laptop, yang bahan bakunya kebanyakan berasal dari China.
Kalo pas China lagi mengalami inflasi yang tinggi, maka harga barang-barang tersebut dari negeri asalnya juga pasti akan jadi lebih mahal kan?
Karena para importir di Indonesia mendapatkan barang dengan harga lebih mahal dari biasanya, apa yang mereka lakukan pas dijual di Indonesia?
Yak, harganya juga akan lebih mahal. Inilah yang disebut dengan imported inflation, karena inflasi yang sebenernya terjadi di negara lain jadi kebawa-bawa masuk ke negara melalui hubungan dagang tadi.
Inflasi domestik berarti dalam negeri dong, maksudnya gimana nih? Hal ini terjadi sebagai akibat dari pengambilan kebijakan-kebijakan ekonomi dalam negeri yang kurang tepat.
Nanti gue bakalan bahas tentang penanggulangan inflasi melalui berbagai kebijakan dari Bank Indonesia. Nah, kalo pengambilan kebijakan itu dilakukan di saat yang tidak tepat, maka bisa jadi terjadi inflasi.
Selain kesalahan keputusan dari Bank Indonesia, kebijakan pemerintah yang pada akhirnya menyebabkan harga terdorong naik adalah kebijakan mengenai pajak.
Kalo elo masih inget tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (konten zenius.net kelas XI K2013 tentang APBN dan APBD).
Di situ dibahas salah satu sumber pendapatan pemerintah adalah melalui penerimaan pajak yang harus dibayarkan oleh perorangan dan juga oleh perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Indonesia.
Nah, kalo pemerintah menetapkan pajak yang terlalu rendah, sedangkan belanja negaranya tinggi, akhirnya kan APBN-nya defisit. Kalo udah defisit gitu, kemungkinan besar pemerintah harus memotong anggaran belanjanya.
Kalo yang dipotong adalah anggaran belanja untuk pembangunan infrastruktur, ini berpotensi untuk memicu inflasi.
Karena akhirnya distribusi barang jadinya terganggu karena dukungan infrastruktur yang kurang. Hal kayak inilah yang disebut dengan domestic inflation, karena disebabkan oleh faktor-faktor yang terjadi di dalam negeri.
Demand-pull Inflation
Kalo inflasi jenis ini, contoh yang paling gampang gini, elo pernah kepikir nggak kalo seandainya uang jajan lebih gede dari yang didapat sekarang.
Misalnya duit jajan elo sekarang sebulan Rp500.000, tiba-tiba Mama naikin uang jajan jadi Rp1.000.000/sebulan. Ya secara natural, biasanya elo terdorong untuk belanja lebih banyak daripada waktu duit jajan sedikit.
Nah, sekarang bayangin kalo fenomena ini terjadi dalam skala yang besar dalam masyarakat luas. Tiba-tiba semua orang pada doyan belanja!
Kalo permintaan naik, lagi-lagi elo bisa tebak sendiri gimana respon para pedagang dengan otak bisnisnya? Yup, lagi-lagi naikin harga.
Nah, rantai sebab-akibat inilah yang disebut Demand-pull Inflation atau Inflasi Tarikan Permintaan. Inflasi jenis ini terjadi karena adanya kelebihan permintaan secara agregat atau keseluruhan (Aggregate Demand/AD) sebuah negara.
Kenapa permintaan barang dan jasa kok bisa naik secara keseluruhan gitu sih? Biasanya penyebabnya adalah adanya kelebihan likuiditas atau peningkatan jumlah uang yang beredar di masyarakat.
Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI)
Intinya IHK adalah sebuah indeks berdasarkan harga yang dibayarkan oleh konsumen untuk membeli barang dan jasa tersebut. Di Indonesia, tim BPS mengumpulkan data harga konsumen, yaitu agregat harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat umum di Indonesia.
Apakah itu berarti semua barang dan jasa yang dibeli? Ya engga dong, bisa gempor mereka kalo ngumpulin semua data harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat seluruh negeri yang jumlahnya lebih dari 240 juta jiwa.
Jadi tim BPS menentukan sekelompok barang dan jasa yang dijadikan acuan untuk menghitung inflasi, mencakup antara 225-462 barang dan jasa yang dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok pengeluaran seperti misalnya: bahan makanan, makanan jadi, minuman, perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar, sandang, kesehatan, pendidikan, rekreasi dan olah raga, transportasi, komunikasi, dll
Setelah mengambil data tersebut pada 82 kabupaten dan kota di Indonesia, kemudian penghitungan berdasarkan IHK itu diolah dengan menggunakan rumus:
Jadi pada prakteknya, IHK inilah yang paling umum digunakan untuk menghitung laju inflasi oleh berbagai negara di seluruh dunia. Nih dari tabel di bawah ini elo bisa liat deh hasil penghitungan laju inflasi yang dilakukan oleh BPS.
Permintaan dan Penawaran: Salah Satu Penyebab Utama Inflasi
Salah satu faktor utama yang menyebabkan inflasi adalah prinsip dasar ekonomi, yaitu hukum permintaan dan penawaran.
Jika permintaan akan suatu barang atau jasa meningkat, sementara penawarannya terbatas, maka harga barang tersebut akan cenderung naik.
Ini adalah refleksi dari mekanisme pasar yang menciptakan keseimbangan antara penawaran dan permintaan.
Contoh konkret dari dampak hukum permintaan dan penawaran terhadap inflasi adalah fenomena demam "Korean Wave" yang melanda banyak negara, termasuk Indonesia.
Lihat Money Selengkapnya
SHAH ALAM - Kenaikan harga barang dan perkhidmatan berkemungkinan akan berlaku pada tahun hadapan memandangkan beberapa perkara yang diumumkan dalam Belanjawan 2025 memberi kesan kepada pemain industri seperti peluasan skop Cukai Jualan dan Cukai Perkhidmatan (SST) dan kenaikan kadar gaji minimum kepada RM1,700 sebulan.
Pakar Ekonomi Universiti Sains dan Teknologi Malaysia (MUST), Profesor Emeritus Dr Barjoyai Bardai berkata, peniaga juga dijangka mengambil kesempatan untuk menaikkan harga barang susulan peningkatan gaji penjawat awam serta penyasaran subsidi petrol RON95.
“Lazimnya peniaga memang sentiasa mencari peluang untuk meningkatkan harga dan wujud peluang itu kerana mulai 1 Disember ini gaji penjawat awam meningkat sebelum kenaikan gaji minimum berkuat kuasa 1 Februari 2025.
“Peniaga melihat pengguna mempunyai kuasa beli yang lebih dan mereka menaikkan harga dengan alasan terpaksa membayar gaji lebih, kos overhead selain peningkatan kos belian barang premium yang diimport serta barang-barang tersenarai bawah peluasan SST,” katanya.
Dalam pembentangan Belanjawan pada Jumaat lalu, Perdana Menteri, Datuk Seri Anwar Ibrahim mengumumkan kerajaan akan melaksanakan peluasan skop SST secara progresif berkuat kuasa 1 Mei 2025.
Barjoyai turut tidak menolak kemungkinan kenaikan harga barangan dan perkhidmatan berkenaan berlaku dalam peratusan yang agak tinggi kerana peniaga akan mengambil kira kesan pengganda daripada kenaikan kos dan cukai yang mereka alami.
“Kesan berangkai berlaku di segenap peringkat perniagaan misalnya, di peringkat pengeluar kerana apabila gaji naik dan berlaku peluasan cukai, mereka akan mengalami kenaikan kos. Kenaikan kos itu akan diserap dalam harga barang.
“Apabila pemborong ambil barang itu dengan harga yang naik, barang itu akan pergi kepada peruncit dengan harga turut meningkat sebelum ia sampai kepada peniaga makanan.
“Peniaga makanan pula akan menaikkan harga pada kadar jauh lebih tinggi daripada kenaikan kos,” ujarnya.
Barjoyai menjelaskan, akhirnya akan dapat dilihat bahawa semua peringkat perniagaan menaikkan harga sekali gus menjadikan kenaikan harga berlaku secara meluas.
“Jadi peningkatan harga diramal agak besar walaupun kadar inflasi negara hari ini tidak sampai dua peratus.
“Bagaimanapun saya tidak dapat anggarkan peratus kenaikan harga ini secara spesifik. Namun ketika ini kos makanan semuanya sedang meningkat dan ia akan terus menaik,” katanya.
Justeru, beliau menyarankan kerajaan menerusi Kementerian Perdagangan Dalam Negeri dan Kos Sara Hidup menggerakkan secara lebih agresif pasukan pemantau untuk pastikan peniaga tidak menaikkan harga sewenang-wenangnya melebihi apa yang sepatutnya.
Kebanyakan menghindari barang-barang mahal agar bisa menyimpan lebih banyak uang. Namun hati-hati, memilih barang-barang murah justru bisa membuat Anda lebih merugi.Membeli barang-barang murah tapi mudah rusak atau Anda merasa tak nyaman menggunakannya, akan mendorong Anda untuk membeli yang baru. Beberapa orang sangat yakin harga yang mahal menjamin kualitas barang yang dibeli.Seperti dilansir dari Business Insider, Selasa (25/6/2013), guna mengetahui benda-benda apa saja yang dibeli konsumen dengan harga mahal, sebuah situs berita dan hiburan, Reddit mengadakan survei pada beberapa responden. Dari hasil survei tersebut, diperoleh 17 barang yang layak dibeli dengan harga mahal sebagai berikut:1. KasurMembeli kasur mahal bisa menghindarkan Anda dari sakit punggung yang sering dialami kebanyakan orang saat bangun tidur. Kesegaran saat bangun tidur membantu Anda menjalankan aktivitas seharian.2. Sepatu Anda tak perlu berhemat untuk kenyamanan kaki dan kenyamanan saat sedang berjalan.3. Akses internet cepatSekali saja Anda memilikinya, Anda tak akan merasa rugi sudah membayar mahal.4. Peralatan tukangPara pengrajin mengeluhkan harga alat-alat pertukangan yang mahal. Sementara pengrajin yang baik, tak akan keberatan membeli setumpuk peralatan mahal.5. RotiMerogoh kocek lebih untuk membeli roti dengan harga yang lebih mahal tak akan membuat Anda rugi. Kelezatan dan kelembutannya akan setimpal dengan uang yang Anda habiskan.6. Ballpoint Menghabiskan uang puluhan bahkan ratusan ribu untuk sebuah ballpoint terasa sangat konyol bagi kebanyakan orang. Namun kenyamanan dan kecepatan saat menulis tak bisa didapat dari ballpoint yang murah.7. Pisau irisMemotong dengan mudah dan mendapatkan kemudahan memasak, membuat pisau iris layak dibeli dengan harga mahal. Ketajamannya akan sesuai dengan harganya.8. SepraiSemakin mahal seprai yang Anda beli bisa menjamin kenyamanan saat tidur. Jadi jangan segan-segan membayar lebih untuk seprai yang Anda gunakan.9. SushiJangan pernah membeli sushi yang didiskon. Rasanya akan berbeda dengan sushi tanpa potongan harga.10. BraMembeli bra mahal akan berguna bagi kesehatan Anda. Kelebihannya adalah punggung Anda tak akan merasa sakit dan pakaian yang Anda kenakan akan terlihat pas.11. Sayuran segarMembeli sayuran segar dari petani dengan harga yang mungkin agak mahal akan memberikan Anda sajian rasa yang berbeda. Tomat contohnya, rasanya akan manis tapi nyaris pedas.12. Krim CukurMemilih krim cukur yang tepat akan menghindarkan Anda terluka saat mencukur kumis. Bahkan, rasanya lebih lembut dari bulu boneka.13. JeansAnda bisa membeli pakaian apapun dimana pun. Tapi tidak untuk benda yang satu ini. Jeans yang lebih mahal akan memastikan Anda merasa nyaman saat mengenakannya.14. TatoUntuk tato, semakin mahal biayanya, semakin cocok gambar yang Anda dapatkan di tubuh Anda.15. HeadphoneBerhentilah menggunakan headphone yang merupakan bonus dari produk elektronik yang Anda beli. Mulailah membeli headphone lain dan rasakan kualitasnya.16. WhiskeySedikit uang yang dikeluarkan untuk membeli minuman beralkohol ini, maka jangan salahkan kalau rasa dan aromanya juga tak begitu enak di lidah. Pilihlah whiskey yang berkualitas dengan kocek yang memang tak sedikit.17. Tas PunggungTas yang berkualitas akan dilengkapi dengan serangkain kantong-kantong praktis di dalamnya. Tak hanya itu, ritsleting-nya pun akan lebih tahan lama dibanding yang lain. Untuk mendapatkannya, jangan takut untuk mengeluarkan uang lebih banyak. (Ndw)
Dokumen tersebut berisi daftar harga berbagai barang seperti rokok, sembako, bahan bangunan, dan racun rumput beserta satuan dan keterangannya. Barang-barang tersebut dijual per slop, pak, karton, lembar, meter, kilogram, botol, dan gelon.
Menggali Lebih Dalam Tentang Inflasi
Inflasi, yang sering didefinisikan sebagai kenaikan harga barang dan jasa secara bertahap, memiliki dampak yang signifikan pada perekonomian suatu negara.
Fenomena ini memang terjadi secara alami dalam sistem ekonomi dan dapat dipicu oleh berbagai faktor.
Namun, perlu pemahaman yang lebih mendalam tentang penyebab dan dampaknya untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkannya.
Apakah Inflasi Selalu Menandakan Bahwa Kondisi Ekonomi Memburuk?
Nah, setelah elo mengetahui komponen apa aja yang penyebab inflasi, sekarang pertanyaannya:
“Apakah inflasi itu buruk? Apakah inflasi itu selalu menunjukkan bahwa ekonomi suatu negara buruk?”
Kalo elo cek data ekonomi negara manapun di dunia ini, pasti akan nemuin yang namanya laju atau tingkat inflasi. Meskipun yang kita cek adalah negara paling maju dan makmur di dunia ini sekalipun.
Lho emang semua negara mengalami inflasi? Jawabannya IYA.
Inflasi emang merupakan salah satu fenomena dalam ekonomi makro yang sangat umum alias sangat wajar.
Terus pertanyaannya sekarang, inflasi tuh sebenarnya hal yang positif apa negatif sih? Kalo liat dari apa yang udah dibahas dari tadi sih kok kayaknya negatif ya? Siapa sih yang suka sama kenaikan harga?
Kalo harga barang dan jasa naik terus, berarti kan masyarakatnya juga harus cari uang lebih banyak lagi dong ya buat memenuhi kebutuhan hidupnya? Kedengerannya kok bukan kondisi yang bagus sih?
Masih inget cerita gue tadi soal uang jajan gue zaman gue SMA? Dari cerita itu keliatan kan ya kalo nilai uang Rp5.000 di tahun 1990-an emang jauh tinggi nilainya dibanding Rp5.000 sekarang. Padahal nominalnya sama-sama Rp5.000.
Berarti dapat disimpulkan ya bahwa inflasi membuat nilai uang semakin berkurang harganya.
Hal ini jelas akan merugikan ya kalo misalnya elo nabung sebanyak-banyaknya di celengan. Karena 10 tahun kemudian, uang yang ditabungin itu nilainya bakalan lebih kecil dibanding waktu tabungin.
Sekarang coba elo liat deh kehidupan sehari-hari buat orang-orang yang bekerja. Misalnya seorang karyawan di perusahaan A dapet gaji Rp3.000.000/bulan. Dia udah kerja di perusahaan A itu selama 8 tahun dan gajinya dari dulu segitu.
Kebayang kan bahwa 8 tahun yang lalu, dengan uang Rp3.000.000 itu dia mungkin bisa beli macem-macem. Tapi nilai uangnya sekarang udah nggak segede dulu lagi, karena selama 8 tahun ini terjadi inflasi.
Nah, ini kan sebenernya berarti pendapatan dia turun toh? Nominalnya sih nggak turun, tapi nilai riil-nya turun kan ya? Inilah yang dibilang kalau inflasi tuh menurunkan pendapatan riil seseorang.
Makanya biasanya perusahaan ada kebijakan kenaikan gaji karyawan setiap tahunnya, dan seharusnya kenaikan gaji ini juga menyesuaikan dengan tingkat inflasi.
Jadi balik lagi nih, apakah inflasi tuh selalu merugikan perekonomian? Jawabannya: Nggak selalu merugikan. Kenapa kok ga selalu merugikan? Karena dalam kenyataannya, adanya inflasi juga mendorong pertumbuhan ekonomi.
Lho kok bisa? Coba ya liat deh, kalo misalnya terjadi inflasi nih di Indonesia karena jumlah uang yang beredar di masyarakat meningkat sebagai akibat dari banyaknya kredit yang dikucurkan oleh pihak perbankan, pasti masyarakat bakalan beli barang dan jasa lebih banyak lagi kan?
Sebagai akibatnya, permintaan secara umum atau Aggregate Demand kan jadinya meningkat tuh, terus terjadilah inflasi.
Tapi di sisi lain, peningkatan konsumsi masyarakat ini pada akhirnya meningkatkan Pendapatan Nasional atau Produk Domestik Bruto/PDB (Gross Domestic Product/GDP) kan?
Dalam pengertian lain, inflasi pada tingkat tertentu dibutuhkan untuk mendorong roda ekonomi untuk terus maju.
Inget salah satu cara menghitung pendapatan nasional adalah dengan menggunakan persamaan berikut:
Ridho Ilahi | Statistisi Ahli Madya BPS Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keluhan tentang mahalnya harga kebutuhan pokok dan menurunnya daya beli masyarakat kembali mencuat akhir-akhir ini. Anehnya, data Badan Pusat Statistik (BPS) justru menunjukkan bahwa inflasi di Indonesia relatif rendah. Pada 2022, inflasi tercatat sebesar 5,42%, sedangkan pada 2023 hanya 2,86%. Bahkan hingga November 2024, inflasi berada pada tingkat 1,55%, dengan empat bulan berturut-turut mengalami deflasi. Lantas, mengapa masyarakat tetap merasa harga barang semakin mahal?
Inflasi adalah ukuran kenaikan harga barang dan jasa secara keseluruhan. Tapi di balik angka-angka tersebut, ada cerita yang lebih rumit. Kalau harga sebagian besar barang stabil atau turun, inflasi terlihat rendah meskipun harga beras, gula atau minyak goreng melambung tinggi. Di sinilah letak masalahnya. Bagi kebanyakan orang, terutama yang berpenghasilan rendah, barang-barang seperti beras atau minyak goreng adalah kebutuhan utama. Kalau harga barang-barang itu naik, mereka langsung merasa terpukul, meskipun inflasi secara keseluruhan tetap rendah.
Baca Juga: Langkah RI Menciptakan Mini World Bank, Pembiayaan Khusus Untuk Infrastruktur Daerah
Bayangkan dua keluarga, satu berpenghasilan tinggi dan satu lagi pas-pasan. Keluarga kaya membeli berbagai macam barang: kebutuhan pokok, barang mewah, hingga liburan. Kalau harga beras naik, hanya sedikit memengaruhi anggaran karena total pengeluarannya tersebar di banyak hal.
Sebaliknya, keluarga berpenghasilan rendah dominan menghabiskan pendapatan mereka untuk kebutuhan pokok. Jadi, kalau harga bahan makanan naik, dampaknya terasa sangat besar. Wajar jika mereka sering mengeluh. Ini sejalan dengan Hukum Engel, yang mengatakan bahwa semakin rendah pendapatan seseorang, semakin besar proporsi penghasilannya yang dihabiskan untuk kebutuhan dasar. Kenaikan harga bahan pokok sedikit saja cukup membuat mereka kewalahan.
Baca Juga: Saham EMTK & SCMA Melejit, Berkat Kinerja Vidio Atau Sentimen Akumulasi Induk Usaha?
BPS mencatat inflasi makanan, minuman, dan tembakau (kelompok yang sering dikonsumsi masyarakat berpenghasilan rendah) mencapai 0,56% (mtm) pada November 2024. Bandingkan dengan inflasi umum yang hanya 0,24% (mtm) pada November 2024.
Jadi, meski inflasi terlihat rendah, bagi masyarakat miskin, kenyataan di lapangan sangat berbeda. Hal ini juga tecermin dari kenaikan garis kemiskinan (GK). Pada Maret 2024, GK berada di level Rp 582.932 per kapita per bulan, naik dari Rp 550.458 tahun sebelumnya. Dengan penghasilan segitu, orang miskin semakin sulit memenuhi kebutuhan dasar, apalagi kalau penghasilannya tidak ikut naik.
Baca Juga: Melelang Harta Koruptor nan Mewah
Kenaikan GK menunjukkan untuk keluar dari kemiskinan pendapatan orang miskin harus tumbuh lebih cepat daripada inflasi. Sayangnya, pertumbuhan ekonomi rata-rata sekitar 5% tidak cukup untuk mengejar kenaikan GK yang mencapai 5,9%. Kelompok rentan miskin juga berada dalam bahaya. Mereka yang sebelumnya "nyaris tidak miskin" bisa saja jatuh ke jurang kemiskinan jika harga bahan pokok terus naik tanpa diimbangi kenaikan pendapatan.
Tingkat Inflasi yang Wajar itu Berapa Ukurannya?
Nah, setelah elo tau penyebab inflasi, dampak inflasi, dan cara menghitungnya. Maka pertanyaan berikutnya adalah:
Berapa sih ukuran tingkat inflasi yang wajar? Sampai pada sejauh mana tingkat inflasi bisa dikatakan merugikan?
Sebagaimana diketahui bahwa inflasi bisa jadi berdampak positif pada ukuran tertentu, tapi juga bisa berdampak negatif jika kebablasan.
Terus yang dibilang inflasi yang merugikan tuh sebenernya berapa sih? Nah, ini pengelompokkan inflasi berdasarkan tingkat keparahannya:
Kalo elo sempet denger dari orangtua atau kakak, pada tahun 1998 Indonesia sempat mengalami krisis moneter yang ditandai dengan inflasi yang sangat tinggi.
Berdasarkan ukuran di atas, secara umum krisis moneter Indonesia tahun 1998 masuk ke kategori High Inflation.
Ini udah bisa dikatakan gawat banget ya, apalagi kalo udah menyentuh hiperinflasi. Teorinya sih, sebisa mungkin lembaga kontrol keuangan negara bisa mengendalikan inflasi untuk tetap pada level low inflation.
Pangkas jalur distribusi
Lantas apa solusinya? Untuk meringankan beban masyarakat, kita tidak bisa hanya mengandalkan inflasi rendah sebagai indikator kesejahteraan. Pemerintah harus memastikan distribusi bahan pokok lancar dan bebas spekulasi harga agar tercapai stabilisasi harga bahan pokok. Bayangkan betapa lega rasanya kalau bahan pokok seperti beras, gula atau minyak goreng bisa dibeli lebih murah di lingkungan kita sendiri. Pemerintah perlu rutin mengadakan pasar murah di kelurahan atau desa. Tak hanya untuk momen-momen tertentu seperti Ramadan, tapi sepanjang tahun. Dengan begitu, ibu-ibu tak perlu cemas menghitung-hitung uang belanja tiap hari.
Baca Juga: Program Rumah Rakyat Diusulkan Masuk PSN
Memangkas jalur distribusi. Jika petani atau produsen bisa langsung menjual hasil panennya ke pasar atau melalui koperasi, harga bisa lebih terjangkau. Distribusi yang efisien juga berarti bahan pokok sampai lebih cepat dan segar ke tangan konsumen. Kadang kita lupa bahwa Indonesia kaya akan sumber pangan selain beras. Singkong, jagung atau sorgum bisa jadi alternatif.
Pemerintah perlu menggalakkan kembali konsumsi pangan lokal, sekaligus membantu petani memasarkan produk-produk ini. Kalau masyarakat mulai terbiasa, ketergantungan pada beras bisa berkurang, dan harga pun jadi lebih terkendali. Upah yang diterima sering kali tak cukup untuk mengejar kenaikan harga barang. Pemerintah perlu memastikan gaji terutama upah minimum benar-benar disesuaikan dengan kondisi lapangan, termasuk harga bahan pokok. Jangan sampai masyarakat terus merasa "gaji segini-gini aja, tapi harga terus naik."
Baca Juga: Persaingan Kian Ketat di Industri Telekomunikasi
Kartel dan spekulasi harga sering kali menjadi biang kerok kenaikan bahan pokok. Ini harus diberantas tuntas sampai ke akarnya. Pemerintah harus tegas terhadap pelaku yang bermain curang demi keuntungan pribadi.
Mahalnya harga bahan pokok bukan hanya soal angka, tetapi juga soal bagaimana masyarakat bisa hidup dari hari ke hari. Memastikan harga kebutuhan stabil bukan cuma persoalan ekonomi, tetapi juga persoalan kemanusiaan.
Baca Juga: Upah Minimum Pekerja di Jakarta Rp 5,39 Juta
Pada akhirnya, kesejahteraan harus dirasakan semua orang. Oleh karena itu, inflasi rendah memang penting, tapi tanpa harga bahan pokok yang terjangkau, masyarakat tetap akan merasa hidup semakin mahal. Dengan menggabungkan pendekatan jangka pendek (subsidi dan stabilisasi harga) serta jangka panjang (reformasi struktural dan pemberdayaan), kita bisa memastikan tidak ada lagi yang merasa terpinggirkan dalam perjalanan menuju kesejahteraan nasional. Harga stabil, daya beli meningkat, kesejahteraan pun akan merata.
Halo Sobat Zenius, di artikel kali ini gue mau membahas sebuah fenomena ekonomi yang pasti kita semua pernah rasakan, yaitu fenomena kenaikan harga barang secara umum yang sering disebut sebagai inflasi.
Yak, bisa ditebak sesuai dengan judulnya: Gue mau mengupas tuntas sebuah pertanyaan yang mungkin bikin elo penasaran selama ini:
“Kenapa ya harga-harga barang setiap tahun selalu naik terus? Kenapa ga sesekali harganya turun aja sih?”
Zaman gue dulu masih SMA, sekitar tahun 1990-an akhir (eh ketauan tuanya deh gue :p) uang jajan gue “cuma” Rp5.000/hari. Wah dikit amat ya?
Tapi dengan uang segitu, dulu gue udah bisa bayar ongkos angkot pulang pergi sekolah, makan siang, malahan masih ada sisa buat jajan sepulang sekolah. Lho kok bisa?
Ya, zaman gue dulu SMA, tarif angkot Rp500 sekali naik, terus makan nasi sama soto ayam di kantin sekolah palingan Rp2.500. Murah banget ya kalo dilihat di tahun 2022 sekarang.
Coba bandingin lagi harga barang-barang zaman sekarang dengan beberapa tahun yang lalu, sebetulnya semua harga barang di sekitar juga terus naik kok!
Coba elo inget-inget aja mulai dari harga gorengan, air mineral, sampai harga komik di toko buku juga naik melulu setiap tahun! Kok bisa sih?
Kenaikan harga barang ini juga sebetulnya ga selalu terjadi dalam jangka waktu tahunan, bisa jadi terjadi dalam waktu hitungan bulan.
Iseng-iseng coba deh cek di internet, harga minyak goreng di bulan Februari 2022 kemarin kurang lebih Rp13.000;-an/l, terus di awal Maret 2022 naik lagi sampe Rp15.000;-an/l.
Gila, minyak goreng kok harganya naik terus ya? Kenapa sih harganya ngga sama aja ya?
Ini para pedagang yang mainin harga supaya cepet kaya apa gimana sih? Atau jangan-jangan, ini artinya kondisi ekonomi di Indonesia terus memburuk dari tahun ke tahun?
“Apakah kenaikan harga menunjukkan bahwa Ekonomi Indonesia terus memburuk?”